PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Etika termasuk ilmu pengetahuan tentang asas-asas tingkah laku yang salah
satunya berarti juga sebagai ilmu tentang apa yang baik dan apa yang buruk,
dimana mempelajari tentang segala soal kebaikan dalam hidup manusia semuanya, mengenai
gerak-gerik pikiran dan rasa yang dapat merupakan pertimbangan perasaan sampai
mengenai tujuannya yang dapat merupakan perbuatan yang terkait tentang baik dan
buruk dalam tingkah laku manusia.
Dari segala ini diselidiki oleh Etika, suatu ilmu yang menjelaskan arti
baik dan buruk, menerangkan apa yang seharusnya dilakukan oleh setengah manusia
kepada lainnya, menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia.di dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yang harus
diperbuat.
Dan dalam pelaksanaannya itu muncul berbagai pokok persoalan etika yang
terjadi dalam masyarakat.[1]
B.
Rumusan Masalah
Persoalan Etika yang muncul mengakibatkan kita memberi hukum kepada
beberapa perbuatan bahwa “ia baik atau buruk, benar atau salah, hak atau batal”.
Dimana hukum ini merata diantara manusia, baik yang tinggi kedudukannya maupun
yang rendah, baik perbuatan besar atau kecil. Maka, apakah artinya “baik atau
buruk?” dalam persoalan etika dan bagaimana kita memutuskan untuk memberi hukum
“baik atau buruk?”.
PEMBAHASAN
1.
Definisi Etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tugggal artinya: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Sedangkan dalam bentuk
jamak ta etha artinya: adat
kebiasaan. Sehingga etika dapat diartikan sebagai suatu ilmu yang menjelaskan
arti baik dan buruk. Tetapi tidak semua perbuatan dapat diberi hukum baik atau
buruk. Hanya perbuatan yang timbul karena kehendak diri sendiri yang dapat diberi
hukum baik dan buruk. Sedangkan perbuatan yang dilakukan bukan karena kehendak
diri sendiri, tidak dapat diberi hukum baik dan buruk.
2.
Sebab Munculnya Pokok Persoalan Etika
Perbuatan manusia itu ada yang timbul tanpa kehendak, seperti bernapas,
detak jantung dan memicingkan mata dengan tiba-tiba waktu berpindah dari gelap
ke cahaya, maka inilah bukan pokok persoalan Etika, dan tidak dapat memberi
hukum “baik atau buruk”, dan bagi yang menjalankan tidak dapat kita sebut orang
yang baik atau buruk, dan tidak dapat dituntut.
Namun ada pula perbuatan yang timbul karena kehendak dan setelah dipikir
masak-masak akan buah dan akibatnya, dimana telah dipikirkan cara-caranya
dengan tenang. Kemudian ia melakukan apa yang telah ia kehendaki. Inilah
perbuatan yang disebut perbuatan kehendak. Perbuatan mana yang diberi hukum
baik atau buruk dan segala perbuatan manusia diperhitungkan atas dasar itu.
Inilah sebab timbulnya pokok persoalan etika dimana ada kehendak yang dapat
dipertanggaungjawabkan atau dituntut.
Maka singkatnya bahwa pokok persoalan Etika ialah segala perbuatan yang
timbul dari orang yang melakukan dengan ikhtiar dan sengaja, dan ia mengetahui
waktu melakukannya apa yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum “baik
atau buruk”, demikian juga segala perbuatan yang timbul tidak dengan kehendak,
tetapi dapat diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar.[2]
3.
Persoalan tentang Nilai Etika
Etika, cabang Aksiologi yang mempersoalkan predikat nilai “baik dan
buruk” dalam arti susila, atau tidak susila. Sebagai masalah khusus, Etika juga
mempersoalkan sifat-sifat yang menyebabkan seseorang berhak, untuk disebut
susila atau bijak. Sifat-sifat tersebut dinamakan “kebajikan” lawannya
“keburukan”. Banyak pembicaraan tentang Etika yang tidak pernah menyinggung
masalah yang sebenarnya, karena banyak yang mendasarkan diri pada prinsip
pembenaran yang sama sekali berbeda. Seseorang mendasarkan pada kefaedahan,
pencegahan keburukan dan lain sebagainya. Etika lebih menaruh perhatian pada
pembicaraan tentang prinsip pembenaran daripada tentang keputusan yang
sungguh-sungguh telah diadakan. Etika tidak akan memberikan kepada Anda arah
yang khusus atau pedoman yang tegas dan tetap tentang bagaimana caranya untuk
hidup dengan bijak.
Suatu kenyataan bahwa persoalan tentang hidup manusia yang paling
fundamental ini, masih begitu jauh dari penyelesaian, meskipun persoalan itu
merupakan persoalan yang paling umum terjadi dan yang paling menarik perhatian.
Etika membahas tentang tingkah laku baik-buruknya manusia sejauh
berkaiatan dengan kaidah yang berlaku. Cara untuk merumuskan hal yang sama
tentang tingkah laku baik-buruk yaitu melalui berbagai pendekatan ilmiah sesuai
bidang-bidangnya. Etika berdasarkan bidang-bidangnya dapat dibagi menjadi 2
macam, yaitu:
a.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran manusia melalui
pengalaman. Secara deskriptif pengalaman manusia dilakukan berdasarkan dari
kenyataan bahwa ada berbagai fenomena tingkah laku yang dapat digambarkan dan
diuraikan secara ilmiah. Oleh karena itu, etika deskriptif digolongkan ke dalam
bidang ilmu pengetahuan empiris dan berhubungan erat dengan sosiologi. Dalam
hubungannya dengan sosiologi, etika deskriptif berupaya menemukan dan
menjelaskan kesadaran, keyakinan dan pengakuan secara deskriptif dalam suatu
kultur tertentu.
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku manusia dalam arti luas,
misalnya adat kebiasaan anggapan-anggapan baik-buruk, tindakan-tindakan yang
diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Juga mempelajari tingkah laku manusia
yang terdapat pada individu-individu tertentu.[3]
b.
Etika Normatif
Etika dipandang sebagai suatu ilmu yang mengadakan ukuran atau norma yang
dapat dipakai untuk menaggapi atau menilai perbuatan. Menerangkan tentang apa
yang seharusnya terjadi dan apa yang harus dilakukan dan memungkinkan kita
untuk mengukur dengan apa yang seharusnya terjadi. Etika normatif bersangkutan
dengan penyelesaian ukuran kesusilaan yang benar.
Etika normatif menetapkan berbagai sikap dan perilaku yang ideal yang
seharusnya dimiliki oleh manusia. Jadi, etika normatif merupakan norma-norma
yang dapat menuntut manusia agar bertindak secara baik dan menghindarkan
hal-hal yang buruk sesuai dengan kaidah atau norma yang disepakati dan berlaku
di masyarakat. Etika normatif secara sistematis berusaha menyajikan dan
membenarkan suatu sistem etika.[4]
4.
Persoalan Etika
a.
Persoalan Etika Teoritik
1.)
Etika teoritik membahas tentang
asas-asas yang melandasi sistem kesusilaan.
Etika terapan membutuhkan banyak pengetahuan mengenai masalah yang
dihadapi manusia sehari-hari. Contoh: masalah yang menyangkut pencemaran
lingkungan tidak mungkin dapat semata-mata diselesaikan oleh ahli kesusilaan.
Suatu penalaran yang bersifat kesusilaan mencakup baik premise yang
bercorak kesusilaan maupun yang bercorak kenyataan empirik. Ditinjau dari segi
teori mungkin saja ada penalaran yang semata-mata menggunakan premise yang
bercorak kesusilaan, namun dalam kenyataannya jarang terdapat.
·
Salah-satu diantara
persoalan yang terdapat dalam Etika Teoritik adalah berbentuk pertanyaan.
Apakah dapat dikatakan bahwa pada diri ummat manusia terdapat keseragaman asasi
dalam hal keyakinan kemanusiaaan? Apakah pada dasarnya manusia mempunyai
pendirian yang sama tentang baik dan buruk? Tingkat pertama tentu akan mendapat
jawaban ingkar. Memang setiap manusia itu mempunyai pendirian di bidang
kesusilaan, tetapi pertanyaan mengenai mana yang baik mana yang buruk tidak
memperoleh jawaban yang sama di setiap tempat. Namun demi membela pendapat
bahwa ada suatu kesusilaan yang bersifat “alami” yang merupakan ciri khas
manusia, perlu diajukan alasan-alasan kuat untuk membenarkannya.
·
Persoalan lain, ialah
bersangkutan dengan kebebasan manusia dan persoalan determinisme. Determinisme mengatakan bahwa segala sesuatu sudah
ditentukan berdasarkan hukum sebab-akibat, dan ini harus pula diterapkan dalam
Etika.
Dalam hal ini harus diakui bahwa manusia mengira melakukan perbuatan
secara bebas, namun keadaan tersebut bersifat semu.
Sesungguhnya perbuatan yang dilakukan sepenuhnya ditentukan oleh pelbagai
macam motif. Disamping itu watak kita ditentukan oleh asal-usul keturunan,
lingkungan, dan lain sebagainya.
2.)
Apakah perbuatan kesusilaan
tergantung pada pandangan dunia? Apakah tergantung pada pandangan dunia yang
kita anut? Secara sepintas orang cenderung untuk meng-iyakan. Bukanlah
perbuatan kita diarahkan oleh pemikiran kita tentang manusia dan dunia.
Contoh: sebagai orang Islam kita akan memperlakuakan sesama manusia sesuai dengan konsep Islam tentang manusia.
Namun sesungguhnya yang menjadi masalahnya, lebih rumit dari yang
terfikir secara dangkal. Ternyata orang yang berlainan pandangan hidup dan pandangan dunia, ternyata dapat juga
pada akhirnya mempunyai pandangan kesusilaan yang sama. Itu berarti:
-
Pandangan dunia, merupakan sumber
ilham, tetapi bukan merupakan sumber bahan keterangan bagi manusia.
-
Dapat memberi daya kepada manusia untuk hidup
secara baik, tetapi tidak mengatakan tentang apakah yang disebut baik itu.
Tetapi persoalannya adalah:
Perbuatan kesusilaaan disamping ditentukan oleh pandangan tentang
kenyataan empirik, juga oleh pandangan tata urutan nilai. Pandangan kita
tentang tata urutan nilai tersebut sudah tentu ditentukan oleh pandangan dunia
serta pandangan keagamaan kita.
Tetapi kenyataannya pandangan dunia yang berlainan dapat sampai pada
pandangan tentang tata urutan nilai yang kurang lebih sama. Secara demikian dapat terjadi bahwa penganut Islam, Kristen,
Budha, bahkan Humanisme, Marxisme sama-sama
memberikan nilai pokok pada manusia sebagai makhluk yang berkepribadian dan
yang memiliki kebebasan.
Persoalan terpenting yang terdapat dalam Etika Teoritik ialah bagaimana
cara orang menyusun sistem kesusilaannya. Dengan kata lain, yang dipertanyakan
ialah mengenai dasar-dasar sistem tersebut. Apakah yang menjadikan suatu
perbuatan atau suatu maksud tertentu, merupakan perbuatan dan maksud yang baik.
Apakah kenikmatan hidup, faedah, wajib hidup dan lain-lain.
Sesungguhnya tidak ada satu pun sistem kesusilaan yang dapat
menggantikan/menyisihkan tanggung jawab pribadi seseorang. Oleh karena itu, Filsafat
Kesusilaan (Etika) merupakan suatu bidang yang secara sadar atau tidak harus
diusahakan oleh setiap orang.
3.)
Disamping ada Etika Individual
yaitu Etika yang menyangkut manusia sebagai perorangan saja, ada Etika sosial
yang menyangkut hubungan antar-perorangan.
Disamping Etika membicarakan peningkatan kualiatas manusia perorangan,
juga mempersoalkan umpamanya hubungan yang ada di lingkungan keluarga, problema
perang, dan lain sebagainya.
Masalah yang Timbul dalam Etika
Sosial:
-
Tujuan Etika itu memberitahukan
bagaimana kita dapat menolong manusia di dalam kebutuhannya yang riil dengan
cara yang susila dapat dipertanggungjawabkan. Guna mencapai tujuan ini, seorang
Etikus Sosial tidak hanya harus tahu norma-norma susila yang berlaku, melainkan
ia harus tahu pila kebutuhan yang tersebut tadi, dan sebab-sebab timbulnya
kebutuhan tadi.
-
Dalam Etika Sosial lebih mudah
timbul beragam pandangan dibandingkan Etika Individual. Norma-norma harus
selalu diterapkan pada keadaan yang konkrit, setiap norma menjelmakan
kewajiban. Kewajiban yang paling umum itu melakukan kebaikan.[5]
b.
Persoalan Etika Normatif
Etika Normatif, sebenarnya merupakan sebuah aturan yang mengarahkan
secara konkrit, tentang bagaimana seharusnya bertingkah-laku.
Konsep kedilan itu baik, persahabatan itu baik, kebencian, permusuhan itu
buruk yang semuanya bersifat abstrak universal, memerlukan penjabaran
kriterianya.
Persoalan yang timbul adalah analisa meta-etika yang menanyakan relevansi
Etika Normatif, dalam kedudukannya sebagai Etika makro. Pengalaman mengajarkan
begitu nilai dasr dinormakan, maka akan kehilangan makna. Apakah pada dasarnya
nilai-nilai dasar tidak membutuhkan “pelembagaan” khusus.
Persoalan baru yang muncul atas dasar apa perbuatan manusia dinilai.
Manusia tidak dapat hidup tanpa pedoman. Benturan antara kebutuhan terhadap
Etika Normatif dengan keterbatasannya mengisyaratkan adanya kaitan meta-etika
dalam persoalan Etika Normatif.
Persoalan yang ingin dipecahkan adalah kenyataan bahwa masalah meta-etika
memang tidak selalu menjamin kelurusan Etika Normatif, tetapi paling tidak ia
tetap berfungsi sebagai petunjuk. Khususnya ketika suatu nilai dasar, sudah
mulai dibuat sebagai norma yang tertutup. Etika Normatif yang seharusnya
berfungsi sebagai petunjuk, menjadi bergerak ke arah sebaliknya.
Persoalan lain adalah menyangkut datangnya nilai dasar itu sendiri.
Ø
Tinjauan Teori-Teori Dasar Etika Normatif
1.
Ditinjau asal kejadiannya, Etika
Normatif berkisar dalam dua pola dasar:
Pertama:
Teori Deontologis (Yunani: Deon,
yang diharuskan, yang wajib) mengatakan bahwa betul salahnya tindakan tidak
dapat ditentukan dari akibat-akibat tindakan itu melainkan ada cara bertindak
yang begitu saja terlarang, atau begitu saja wajib.
Kedua:
Teori Teleologis (Yunani: Telos,
Tujuan) mengatakan bahwa betul tidaknya tindakan justru tergantung dari
akibat-akibatnya: kalau akibatnya baik, boleh atau bahkan wajib melakukan,
kalau akibatnya buruk, tidak boleh.
Antara teori deontologis
dengan teori teleologis, dapat saling mengisi kelemahan masing-masing. Situasi
khusus dari teri teleologis, dapat dijadikan dasar pertimbangan, interpretasi
dari deontologis. Sebaliknya, kekhasan deontologis dapat dimanfaatkan untuk
mengarahkkan teleologis, agar kepastian dalam menanggapi realitas dapat
ditemui.
2.
Ditinjau dari sudut aspirasinya,
ada dua pokok yang dapat digolongkan:
Pertama:
Sistem Etika yang dibangun dari “aspirasi atas”, disusun dari sesuatu
yang transenden yang telah diakui kekuatan dan kebenarannya. Vertikal dan
berlakunya mutlak. Sering ditemui dalam Etika keagamaan, yang melibatkan Tuhan
dalam kerangka moralnya. Model ini mempunyai kelebihan dalam menjawab batas
definit kemanusiaan, yaitu maut dan kehidupan sesudahnya. Disebut “Heteronomos”
(Adam Schaaf),
-
Adanya faktor luar kekuatan
manusia yang ikut campur dalam memecahkan problem manusia.
Kedua:
Sistem Etika yang disusun melalui “aspirasi bawah”.
Yang menjadi landasan adalah fenomena dan realita eksistensi manusia.
Menurut sistem ini, tidak mungkin manusia akan tepat mengarahkan dirinya, jika
ia tidak berangkat dari pengalaman hidupnya. Disebut “Autonomos” melalui
“experience vacue” (Bergson).
Ø
Alternatif Sistem Etika Normatf
Problem Umum:
1.
Sejauh mana Etika Normatif
mencerminkan nilai dasarnya, sehingga terbentuk peta norma moral yang bukan
saja merupakan deretan rumus-rumus yang disodorkan secara baku begitu saja. Melainkan hasil olahan
nilai dasar dan disajikan secara bijaksana.
2.
Sistem Etika, harus menghindarkan
pengertian utopis (idealisme abstrak) yang terputus dari aspirasi kenyataan.
Bagaimana nilai dasar dapat diimplementasikan dalam situasi nyata.
3.
Nilai-nilai sebagai aspirasi yang
meliputi dan menjiwai norma. Dalam pelaksanaannya diperhitungkan syarat
pendukung, kemampuan, situasi kondisi pelaksanaan.[6]
PENUTUP
Kesimpulan :
Ø
Definisi etika
Etika berasal dari bahasa Yunani Kuno, yaitu ethos dalam bentuk tugggal artinya: tempat tinggal yang biasa, padang rumput, kebiasaan,
adat, akhlak, watak, perasaan, sikap dan cara berfikir. Sedangkan dalam bentuk
jamak ta etha artinya: adat
kebiasaan.
Ø
Sebab munculnya pokok persoalan
etika
Pokok persoalan Etika ialah segala perbuatan yang timbul dari orang yang
melakukan dengan ikhtiar dan sengaja, dan ia mengetahui waktu melakukannya apa
yang ia perbuat. Inilah yang dapat kita beri hukum “baik atau buruk”, demikian
juga segala perbuatan yang timbul tidak dengan kehendak, tetapi dapat
diikhtiarkan penjagaan sewaktu sadar
Ø
Persoalan tentang nilai etika
Etika deskriptif menguraikan dan menjelaskan kesadaran manusia melalui
pengalaman. Sedangkan Etika normatif bersangkutan dengan penyelesaian ukuran
kesusilaan yang benar.
Ø
Persoalan etika
Ada 2
persoalan yaitu persoalan etika teoritik dan persoalan etika normatif.
DAFTAR PUSTAKA
Dapar, Jan Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta:
Kanisius.
Amin, Ahmad. 1995. Etika
(Ilmu Akhlak). Jakarta:
Bulan Bintang.
Abdullah, M.
Yatimin. 2006. Pengantar Studi Etika.
Jakarta:
RajaGrafindo Persada.
[1] Jan
Hendrik Dapar, Pengantar Filsafat,
(Yogyakarta: Kanisius, Pus Wilayah, 1996), hlm. 62.
[2] Ahmad
Amin, Etika (Ilmu Akhlak), (Jakarta:
Bulan Bintang, 1995), hlm. 3-5.
[3]
M.Yatimin Abdullah, Pengantar Studi Etika,
(Jakarta:
RajaGrafindo Persada, 2006), hlm. 593.
[4] Ibid, hlm. 594-595.
[5]Achmad
Charris Zubair, Kuliah Etika,
(Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1995), hlm. 98-105.
[6]Ibid, hlm. 106-110.
Casino Site Review ᐈ Is this your place to play slots?
BalasHapusCasino Site Review | Bonus deals. The Casino Site is currently available for new and existing players. luckyclub.live We believe we will help you to make