Kamis, 23 Agustus 2012

Wirid Al-Ma'tsurat Kenapa Harus?

Assalamu'alaikum para pembaca blog ini, apa kabar? Semoga dalam keadaan baik2 saja.
Gini, dulu waktu SD-SMA saya tidak pernah tahu tentang wirid Al-Ma'tsurat. Nah, sewaktu aku masuk kuliah, saya baru tahu wirid ini dari saya mengikuti suatu halaqoh/liqo'. Dalam hati bertanya, apa ya wirid al-ma'tsurat itu? Apa gunanya? Baru sekarang saya tahu jawabannya. Maka dari itu, saya mencoba membagi informasi ini bagi para pembaca yang belum tahu..

WIRID AL-MA'TSURAT, Kenapa Harus???

            Al-Ma'tsurat adalah kumpulan wirid yang disusun oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna. Didalamnya terdiri atas ayat-ayat pilihan dan lafal-lafal dari hadits Rasulullah yang biasa beliau amalkan dalam wiridnya. Dinamakan al-ma'tsurat, karena memang semua yang ada dalam kumpulan wirid ini dituntunkan oleh Rasulullah SAW. Kata ma'tsur sendiri artinya yang dituntunkan (ada riwayatnya) oleh Rasulullah.
            
           Membaca wirid merupakan salah satu sarana dzikir (mengingat Allah) disamping sarana-sarana yang lain. Setiap mukmin harus senantiasa mengingat Allah SWT dalam setiap kesempatan. Yang demikian itu akan mengauatkan hati dan menjaga kestabilan jiwanya. Dzikir kepada Allah SWT setiap saat, juga merupakan karakter ulul albab (orang-orang yang berakal). Allah berfirman, 
"(Yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk, atau dalam keadaan berbaring..." (QS. Ali Imran: 191).

           Jamaah Ikhwanul Muslimin yang dirintis oleh Imam Syahid Hasan Al-Banna ingin membina setiap mukmin menjadi sosok manusia seutuhnya. Di samping tarbiyah aqliyah dan jasadiyah, dicanangkan juga tarbiyah ruhiyah. Setiap anggota Ikhwan dituntut untuk senantiasa ber-ittiba' kepada sunah Nabi SAW. Diantaranya dengan mengamalkan wirid-wirid beliau setiap hari.

             "Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, (yaitu) bagi orang-orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah." (QS. Al-Ahzab: 21).

                Wirid Al-Ma'tsurat bisa kita amalkan setiap hari pada pagi dan petang hari. Allah berfirman,
"Hai orang-orang yang beriman, berdzikirlah (dengan nama) Allah dengan dzikir yang sebanyak-banyaknya. Dan bertasbihlah kepada-Nya di waktu pagi dan petang." (QS. Al-Ahzab: 41-42).

              Cukuplah kiranya hadits berikut untuk menjelaskan keutamaan dzikir dan para pelakunya:
Dalam sebuah hadits qudsi, Allah berfirman:
"Aku ada pada persangkaan hamba-Ku kepada-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan menyebutnya dalam diri-Ku. Jika ia mengingat-Ku dalam sebuah jamaah, Aku akan menyebutnya di dalam jamaah yang lebih baik dari mereka." (Muttafaqun 'Alaih).

            Bacaan Wirid Al-Ma'tsurat bisa dilihat jika anda sudah membeli buku Wirid ini di toko-toko buku terdekat di kota Anda. :) Terimakasih sudah membaca....



Sumber : Hasan Al-Banna, Ma'tsurat (Solo: Intermedia, 1998), hlm. 5-7.

Minggu, 08 Juli 2012

CHARACTER BUILDING TRAINING PART 2

CHARACTER BUILDING TRAINING (CBT)
Membangun Karakter Pemuda Muslim yang dapat Mengubah Dunia
TRAINING DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

PART 2
Semarang, 17 Juni 2012
ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.


Kembali lagi dengan CBT (Character Building Training) Part 2. Apa sich isi training season kedua ini? Ok.. Baca yah tulisan berikut ini!!! Sebelumnya mohon maaf karena ada sedikit yang terlewat... hehe..
 
Seperti biasa, sebelum mengikuti training ini, diusahakan kita selalu BUKA HATI, BUKA PIKIRAN.
Kita awali dengan teori BEHAVIORISME, yah teori behaviorisme = Ilmu GAJAH. Apa sih maksudnya?
 
Trainer bertanya bagaimana cara menaklukkan gajah liar? Ada peserta yang menjawab tidak dikasih makan, ada lagi yang menjawab, caranya dielus-elus biar gajahnya jinak, dan beragam jawaban yang lainnya.
 
Yah semua itu salah kata trainer CBT ini. Apa sih jawabannya?
Jawabannya adalah gajah liar diikat sekencang mungkin dengan ikatan yang sangat kuat sehingga gajah tidak mudah melepaskan diri. Apa yang dilakukan si gajah? Si gajah itu mencoba melepaskan diri dari ikatan, namun tidak bisa. Lalu hari berikutnya gajah berusaha lagi untuk melepaskan diri, tetapi tidak bisa. Begitu terus menerus si gajah itu berusaha, tetapi tidak bisa. Lalu hari berganti hari, bulan berganti bulan, tetap saja tidak bisa. Selama diikat, gajah tersebut tetap diberi makan oleh pawangnya. Suatu hari, si pawang mengikat gajah dengan ikatan yang longgar, sebenarnya gajah itu mudah sekali untuk melepaskan diri dari ikatan tersebut, tetapi si gajah telah berpersepsi bahwa si gajah tidak akan bisa lepas karena sudah berkali-kali mencoba melepaskan tetapi tidak bisa, si gajah telah berputus asa. Si gajah enggan lagi berusaha melepas ikatannya. Hingga akhirnya, si gajah liar menjadi si gajah jinak.
 
Apa yang bisa diambil dari kisah si gajah itu?
Si gajah diikat dengan ikatan yang kuat, gajah berusaha melepas ikatannya terus menerus, tapi tidak bisa-bisa. Sehingga gajah berpersepsi jika sudah berusaha tidak bisa, tetap tidak bisa walupun ikatannya tidak terlalu kencang.
Ayo, kita lepaskan rantai gajah itu dalam diri kita. Rantai yang selalu menghalangi kita dalam langkah menuju kesuksesan. Sebenarnya, kita bisa, tetapi ada rantai yang melingkar di dalam diri kita sehingga kita berfikir susah untuk berusaha lagi, padahal kita bisa, namun karena ada rantai yang menghalangi, jadi persepsi kita tidak bisa. Maka dari itu, mari bersama-sama melepaskan diri dari rantai yang menghalangi kita untuk menjadi sukses.


Coba TULISKAN apa yang selama ini yang menghalangi anda :
RANTAI yang menghalangi saya :
...............................................
...............................................
...............................................
(Misalnya : Nasib selalu susah, tidak mungkin sukses, malas, dll)


Jika rantai yang menghalangi Anda adalah malas, sebabnya adalah Anda tidak merasa penting melakukan sesuatu itu. Maka dari itu, rantai malas dilepas dan bahwa semua yang kita lakukan itu penting.


Ada 3 Level manusia :
      1. Ingin Sukses
              Tipe orang ini hanya ingin sukses, tidak mau berusaha. Inginnya langsung sukses. Padahal sukses itu butuh usaha yang keras.
      2. Memilih sukses
        Kebanyakan orang memilih sukses, tetapi tidak mau pusing dengan urusan pekerjaan atau usaha-usaha yang dijalankan.
      3. Komitmen untuk Sukses
        Tipe orang ini tahu bahwa untuk sukses itu akan melalui kesusahan, tahu resiko, jatuh bangun membangun usaha, capek.


Hadits Nabi :
Barang siapa yang hari ini lebih baik dari hari kemarin, maka dia beruntung.
Barang siapa yang hari ini sama dengan hari kemarin, maka dia merugi.
Barang siapa yang hari ini lebih buruk dari hari kemarin, maka dia celaka.


Kapakah kita mempunyai WAKTU ?
Hanya SEKARANG ini lah kita mempunyai waktu. Apakah kita bisa kembali kepada hari kemarin ? Tidak bisa. Apakah kita bisa langsung menuju masa depan ? Tidak Bisa. JADI, KITA HANYA MEMPUNYAI WAKTU ADALAH « SEKARANG ». Maka, apabila ingin berubah menjadi manusia yang lebih baik, waktunya adalah sekarang. Berkomitmen untuk sukses, mulailah dari sekarang !!!


SUKSES → KARAKTER
KAYA → MENTAL


SIAPAKAH yang AKAN SUKSES ?
Apakah selalu orang kaya, apakah selalu orang yang kutu buku, apakah oramg yang mempunyai modal ???
Tidak.....
Yang akan SUKSES adalah « YANG YAKIN AKAN SUKSES »


Maka, mulai dari sekarang tetapkan :
  1. Impian
  2. Tetapkan Prestasi Terbaik
  3. Lakukan Usaha Terbaik dimanapun kita berada
  4. The power of Modelling
BAHAYA TERBESAR
Bukan gagal meraih cita-cita yang terlalu tinggi, tetapi berhasil mencapai cita-cita yang terlalu rendah (Michelangilo)

Ayo, Mulai sekarang HANCURKAN PENGHALANG!!!

Tuliskan KEBANGGAAN ANDA TERHADAP AYAH dan IBU!!
Lalu BERIKAN YANG TERBAIK UNTUK KEDUA ORANG TUA KITA!!!

Pada akhir season ini, kami disuruh untuk membuat dua garis di tengah-tengah di selembar kertas. Kertas bagian bawah dituliskan karakter kami yang buruk, sedangkan di bagian atasnya dituliskan lawan kata dari karakter yang buruk tersebut, yaitu karakter yang baik.

Sekian tulisan dari saya, salam sukses untuk semua pembaca tulisan training ini.... SEMANGAT!!! :-)

WASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

Senin, 02 Juli 2012

Character Building Training (CBT)


CHARACTER BUILDING TRAINING (CBT)
Membangun Karakter Pemuda Muslim yang dapat Mengubah Dunia
TRAINING DI UNIVERSITAS DIAN NUSWANTORO

PART 1
Semarang, 17 Juni 2012
ASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.


Pembicara CBT: Eko Susanto UltraSemangat

Sungguh pengalaman yang tidak mungkin kami lupakan, tarining CBT ini berusaha membangun karakter kita agar bisa mengubah dunia. Setidaknya kita dapat menyadari kesalahan-kesalahan kita dan menggantinya dengan karakter-karakter yang sungguh luar biasa.. Penasaran?? Ya sudah... Simak ya tulisan dibawah ini!!! :)

Pertama kita awali dengan pengertian PARADIGMA ULTRASEMANGAT, “Apa sich paradigma itu?” tanya Pak Eko. Yah paradigma itu sama dengan persepsi. Persepsi ada 3:
  1. Segala sesuatu yang terjadi di alam semesta ini pada dasarnya adalah netral
  2. Persepsi lebih penting daripada fakta
  3. Persepsi adalah ramalan yang menjadi nyata

Apa yang perlu kita lakukan untuk mengawali training ini?
  1. BERPIKIR RAKSASA, BERTINDAK RAKSASA
Buka Hati, Buka Pikiran. Yach, ini yang harus kita lakukan sebelum melakukan suatu aktivitas (training ini), dengan membuka hati dan membuka pikiran, informasi yang akan kita terima akan mudah terserap oleh otak kita. Ini juga sebagai metode pembelajaran, yaitu kita harus menghormati guru.
  1. REPEATITION IS MOTHER OF SKILL
Pengulangan adalah ibu dari keterampilan. Ini juga berlaku untuk semua pembelajaran.
  1. NIAT
Berniat adalah melakukan perbuatan dengan penuh kesadaran sepanjang perbuatan itu berlangsung. (Menurut Sayyid Quttub)
  1. SEPENUH JIWA, SEPENUH HATI, SEPENUH PIKIRAN, SEPENUH RAGA
Inilah yang disebut dengan SATORI atau disebut juga sebagai ULTRASEMANGAT 4D (Pray, Feel, Think, Act)
  1. SMILE UP PLEASE!!!

Sudah menjadi suatu kepastian, manusia hidup di dunia ini tidak mungkin tanpa masalah. Lalu apa yang harus kita lakukan terhadap masalah-masalah tersebut? Haruskah berkeluh kesah pada Sang Maha Kuasa, tentu jawabannya TIDAK.. Begini solusinya:

Tunjuk masalah itu dan katakanlah dengan lantang: “Hai masalah, aku punya ALLAH MAHA BESAR, ALLAHU AKBAR!!”

Ingatlah bagaimana Penciptaan Alam Semesta
Ingatlah dibalik penciptaan alam semesta ada KEKUATAN RAKSASA

Ingatlah bagaimana Penciptaan Manusia
Apakah anda sadar, sesungguhnya anda adalah pemenang!!!
Manusia diciptakan no. 1 diantara ciptaan makhluk lainnya, sadarlah saudara!!! Anda adalah pemenang!!! Manusia itu sebaik-baik penciptaan (no. 1).

Menurut Prof. Kazuo Mukarami: “Setiap manusia yang lahir memiliki 70 Trilyun kemungkinan untuk membentuk manusia seperti kita, lantas Allah memilihkan satu kemungkinan yang ter-BAIK” (Bisa lihat keterangan lebih lanjut di buku DIVINE MESSAGE OF DNA)

Setiap anak terlahir JENIUS” (Buckmister: The Learning Revolution)

PERBANDINGAN KAPASITAS MEMORI
Otak manusia berkapasitas > 96 juta buku

DO YOU KNOW?
Kemampuan otak kita LUAR BIASA!
  • Jumlah sel otak manusia : 200 Milyar
  • Otak dapat mengingat 100 Milyarbit informasi (= 500 ensiklopedia)
  • Kecepatan berpikir > 300 mil/jam > kereta tercepat di Jepang
  • Rata-rata jumlah pikiran manusia dalam 24 jam adalah 4000
Data-data tersebut dari hasil penelitian Prof. Isaac Asimov dalam buku THE BRAIN.


HUKUM OTAK
“IF YOU DON'T IT, YOU LOST IT!!!”
Sel otak ibarat lampu. Bagaimana agar tidak hilang. Mudah sekali jawabannya, gunakanlah otak kita dengan rajin menggunakan otak kita untuk mengahafal, membaca, belajar.


SADARLAH BAHWA IBU DAN AYAH KITA ADALAH JUARA 1 SEDUNIA... Tanpa mereka kita tidak akan lahir di dunia ini!!! Untuk itu bersyukurlah pada Allah dan bersyukurlah pada ibu-bapakmu.


AYAH DAN IBU adalah ORANG YANG PALING LEMBUT DI DUNIA.


Sadarlah akan “HIDAYAH ISLAM” di dunia ini. Tanpa Islam, dunia ini takkan berkembang. Bersyukurlah pada ALLAH SWT!!


Hanya MANUSIA yang mau menerima AMANAH RAKSASA, karena manusia mempunyai software raksasa. Amanah yang diembankan kepada manusia diantaranya adalah menjadi KHALIFAH FIL ARDHI. Ingat, semua makhluk ciptaanNYA menolak, tetapi manusia tidak menolak amanat tersebut.
Apa saja tugas manusia itu?
  • BERIBADAH KEPADA ALLAH SWT
  • PEMIMPIN BUMI
  • MEMAKMURKAN BUMI, dll

Untuk mengakhiri season ini, marilah kita kembali BERPIKIR RAKSASA, BERTINDAK RAKSASA. Ayo kawan, segera sadar!!! Bahwa ANDA ADALAH SANG PEMEGANG AMANAT RAKSASA, ANDA ADALAH JUARA!!!


Lakukan perubahan itu dari:
  1. IDE
         Carilah ide dan sadar bahwa kita itu harus menjadi sang RAKSASA PERUBAHAN.
  1. KEMAUAN
  2. KEMAMPUAN

Salam Sejahtera untuk semua...
WASSALAMU'ALAIKUM WR. WB.

Salam,


Penulis (Peserta CBT)



Senin, 23 April 2012

makalah psikologi (kepribadian)


makalah psikologi (about kepribadian)

 
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kepribadian selalu menjadi salah satu topik bahasan yang penting karena kepribadian adalah bagian dari jiwa yang membangun keberadaan manusia menjadi satu kesatuan, tidak terpecah-pecah dalam fungsi-fungsi. Memahami kepribadian berarti memahami aku, diri, self atau memahami manusia seutuhnya.
Manusia memiliki macam atau jenis potensi yang sama ketika dilahirkan, namun dengan tingkat kualitas yang berbeda-beda. Ketika potensi itu aktual dalam kepribadian, segera tampak bahwa tidak ada dua orang yang mempunyai kepribadian yang sama. Psikologi lahir sebagai ilmu yang berusaha memahami manusia seutuhnya, yang hanya dapat dilakukan melalui pemahaman tentang kepribadian.
Di dalam makalah ini akan membahas tentang pengertian, teori-teori kepribadian, aspek-aspek dan faktor-faktor yang mempengaruhi kepribadian.
















PEMBAHASAN

  1. Pengertian Kepribadian
Menurut asal katanya, kepribadian atau personality berasal dari bahasa latin personare, yang berarti mengeluarkan suara (to sound through).
Istilah personality terutama menunjukkan suatu organisasi/susunan daripada sifat-sifat dan aspek-aspek tingkah laku lainnya yang saling berhubungan di dalam suatu individu. Sifat-sifat dan aspek-aspek ini bersifat psiko-fisik yang menyebabkan individu berbuat dan bertindak seperti apa yang dia lakukan dan menunjukkan adanya ciri-ciri khas yang membedakan individu itu dengan individu yang lain. Termasuk di dalamnya: sikapnya, kepercayaannya, nilai-nilai dan cita-citanya, pengetahuan dan keterampilannya, macam-macam cara gerak tubuhnya (Purwanto, 2007:154).
Setiap manusia memiliki banyak perbedaan yang bersifat individual dalam dirinya, misalnya warna kulit, cara berbicara, kemampuan fisik, intelektualitas, kemampuan belajar, dan ciri kepribadiannya. Dari segi warna kulit, manusia ada yang berwarna merah, putih, hitam, atau campuran. Dari segi karakter dan moral manusia ada yang baik dan ada yang buruk dan mudah bergaul, ada pula yang buruk dan sulit bergaul. Perbedaan warna, karakter pada tingkat emosional manusia merupakan perbedaan penciptaan yang berasal dari perbedaan struktur badan. Pada tingkat kualitas intelektualitas atau kecerdasan, perbedaan antar manusia terletak pada kemampuan nalar seperti memahami atau mengingat dan juga kemampuan belajar. Para psikolog mendefinisikan pangkal kecerdasan itu sebagai kemampuan belajar (Abu Bakar, 2004: 263).
Setiap manusia itu sebagai makhluk hidup adalah pendukung genotype yang unik, artinya ia memiliki genus-genus atau jenis kelamin sebagai warisan dari orang tuanya, jadi pola pribadi dari setiap individu itu sifatnya selalu unik, khas, tidak ada duanya, mencakup struktur biologis atau jasmaniyahnya dan struktur psikisnya atau kejiwaannya. Karena itu, personalitas atau kepribadian itu ialah keseluruhan dari individu yang terorganisir, dan terdiri atas disposisi-disposisi psikis serta fisis, yang memberikan kemungkinan-kemungkinan untuk memperbedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya.

Beberapa definisi mengenai kepribadian
Kepribadian adalah satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individuil, yang memberi kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya.
  1. Gordon W. Allport
Personality is the dynamic organization within the individual of those psychophysical system, that determines his unique ajustment to his environment.
“Kepribadian itu adalah kesatuan organisasi yang dinamis sifatnya dari sistem psikofisis individu yang menentukan kemampuan penyesuaian diri yang unik sifatnya terhadap lingkungannya.”
  1. May
Personality is sosial stimulus value.
“Kepribadian itu merupakan perangsang atau stimulus sosial bagi orang lain. Cara orang lain mengadakan reaksi terhadap saya, itulah merupakan kepribadian saya.”
  1. Morton Prince
Personality is the sum-total of all the biological innate disposition, impulses, tendencies, appetites, instincts of individual, and the acquired dispositions and tendencies acquired by experience.
“Kepribadian adalah jumlah total dari semua disposisi pembawaan, impuls-impuls, kecenderungan-kecenderungan, selera-selera, nafsu-nafsu, insting-insting individual, disposisi-disposisi dan tendensi-tendensi yang diperoleh melalui pengalaman.”
  1. H. C. Warpen
Personality is the entire mental organization of a human being at any stage of his development, it embraces every phase of human character, intellect, temperament, skill, morality, and every attitude that has been built up in the course of one’s life.
“Kepribadian adalah segenap organisasi mental dan manusia pada semua tingkat, dari perkembangannya, ini mencakup setiap fase karakter manusiawinya, intelek, temperamen, keterampilan, moralitas dan segenap sikap, yang telah terbentuk sepanjang hidupnya.”
  1. Prescott Lecky
Personality is a united scheme of experiences an organization of value that are consistent with one another.
“Kepribadian adalah kesatuan skema dari pengalaman, merupakan organisasi nilai yang sesuai cocok satu sama lainnya.”
  1. Linton
Personality is the organization aggregate of psychological processes and states perfaining to the individual.
“Kepribadian merupakan kesimpulan dari proses-proses psikologis dan keadaan/kondisi yang bersangkutan dengan individu.” (Kartono, 1980: 10-12).

  1. Teori-Teori Kepribadian
Teori kepribadian lahir karena didorong pula oleh kebutuhan-kebutuhan dalam kehidupan praktis, ialah untuk mengenal manusia dalam hidupnya sehari-hari. Sebab pada setiap manusia itu selalu ada dorongan azali untuk mengenal lebih banyak sesama makhluk hidup, sebagai partner dalam kehidupan ini. Pada manusia itu selalu ada hasrat ingin tahu untuk mengenal manusia lainnya dengan segala sifat dan kehidupan psikisnya. Jadi, teori kepribadian ini berusaha mencoba menangkap manusia sebagai subyek sejati, dengan lebih memperhatikan basisnya yang riil, yaitu basis antropologi selaku subyek dan selaku obyek. Berusaha mengerti segala aspek kejiwaan dan aspek-aspek jasmaniyah manusia dalam satu hubungan integritas. Karena kedua aspek jasmaniah dan rohani ini cuma bisa dibeda-bedakan, namun pada hakekatnya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
Termasuk dalam teori kepribadian ialah typologi dan karakterologi.
    • Typologi atau sistem-type ini berusaha mencari pola-pola tertentu yang bisa membedakan suatu golongan manusia dengan golongan lainnya, berdasarkan idea-idea umum dan berdasarkan perbedaan-perbedaan sifatnya yang fundamentil.
    • Karakterologi ialah ilmu pengetahuan tentang karakter manusia; yang mencari garis-garis persamaan hukum-hukumnya yang kurang lebih bersifat sama, atau kemungkinan-kemungkinan perkembangan dari karakter atau watak manusia (Kartono, 1980: 4-5).

  1. Aspek-Aspek yang Mempengaruhi Kepribadian
      1. Sifat-sifat kepribadian
Sifat-sifat yang merupakan kecenderungan-kecenderungan umum pada seorang individu untuk menilai situasi-situasi dengan cara tertentu dan bertindak sesuai dengan penilaian itu.
Sifat-sifat itu seperti penakut, pemarah, suka bergaul, peramah, suka menyendiri, sombong, dan lain-lain.
      1. Intelegensi/kecerdasan
Termasuk didalamnya kewaspadaan, kemampuan belajar, kecepatan berpikir, kesanggupan untuk mengambil keputusan yang tepat, kepandaian menangkap dan mengolah kesan-kesan masalah, dan kemampuan mengambil kesimpulan.
      1. Pernyataan diri dan cara menerima kesan-kesan
      2. Kesehatan
      3. Sikap terhadap orang lain
      4. Pengetahuan
      5. Keterampilan
      6. Nilai-nilai
      7. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaan
      8. Peranan

  1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan dan kepribadian antara lain sebagai berikut:
      1. Faktor biologis
Yaitu faktor yang berhubungan dengan keadaan jasmani atau sering disebut faktor fisiologis.
Sifat-sifat jasmani yang ada pada setiap orang ada yang diperoleh dari keturunan, dan ada pula yang merupakan pembawaan anak/orang itu masing-masing. Keadaan fisik yang berlainan itu menyebabkan sikap dan sifat-sifat yang berbeda-beda pula (Purwanto, 2007: 154)
Secara sepintas pengaruh keturunan (hereditas) tampak memiliki peran penting dalam pembentukan struktur badan seperti tinggi, berat dan kuat. Namun, kita juga tidak dapat mengabaikan pengaruh lingkungan dalam pembentukan karakter nalar seperti kecerdasan, baik itu persoalan makanan, kesehatan, olahraga, memiliki pengaruh besar pada perbedaan individual. Begitu juga dengan proses pendidikan dan pelatihan keterampilan (Abu Bakar, 2004: 263).
      1. Faktor sosial
Yang dimaksud dengan faktor sosial disini ialah masyarakat, yakni manusia-manusia lain di sekitar individu yang mempengaruhi individu yang bersangkutan. Yang termasuk juga tradisi-tradisi, adat istiadat, peraturan-peraturan, bahasa dan sebagainya yang berlaku dalam masyarakat itu.
      1. Faktor kebudayaan
Meliputi cara-cara hidup, adat istiadat, kebiasaan-kebiasaan, bahasa, kepercayaan dari suatu daerah/masyarakat tertentu berbeda dengan masyarakat yang lain.
Perkembangan dan pembentukan kepribadian pada diri masing-masing orang/anak tidak dapat dipisahkan dari kebudayaan masyarakat dimana anak itu dibesarkan (Purwanto, 2007: 154).

























PENUTUP

Kesimpulan :
Kepribadian merupakan satu totalitas terorganisir dari disposisi-disposisi psikis manusia yang individuil, yang memberi kemungkinan untuk membedakan ciri-cirinya yang umum dengan pribadi lainnya.
Dalam kepribadian terdapat teori-teori kepribadian, antara lain:
  • Typologi atau sistem type
  • Karakterologi
Dan banyak faktor yang mempengaruhi kepribadian, antara lain:
  • Faktor yang mempengaruhi perkembangan dalam kepribadian yaitu: faktor biologis, faktor sosial dan faktor kebudayaan.
Beberapa aspek yang mempengaruhi kepribadian yaitu:
  1. Sifat-sifat kepribadian
  2. Intelegensi/kecerdasan
  3. Pernyataan diri dan cara menerima kesan-kesan
  4. Kesehatan
  5. Sikap terhadap orang lain
  6. Pengetahuan
  7. Keterampilan
  8. Nilai-nilai
  1. Penguasaan dan kuat lemahnya perasaan
  2. Peranan







DAFTAR PUSTAKA

Abu Bakar, Zaenudin. 2004. Psikologi dalam Perspektif Hadits. Jakarta: Pustaka Al Husna Baru.
Purwanto, Ngalim. 2007. Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Kartono, Kartini. 1980. Teori Kepribadian. Bandung: ALUMNI.
Alwisol. 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.












Minggu, 25 Maret 2012

makalah IBD

MANUSIA DAN KEADILAN


PENDAHULUAN

Manusia sebagai makhluk Tuhan adalah makhluk tertinggi yang memiliki gejala-gejala istimewa yang hanya terdapat pada manusia saja, dan tidak terdapat pada benda mati ataupun benda hidup seperti pada hewan ataupun tumbuh-tumbuhan. Gejala-gejala istimewa itu bisa kita golongkan menjadi tiga jenis yang disebut akal, rasa, dan kehendak akal. Rasa dan kehendak ini menyatu dalam diri manusia yang terdiri atas manunggalnya jiwa dan raga yang kemudian menjadikan sumber-sumber kemampuan, kecerdasan ataupun kecakapan manusia dalam mengatur hidupnya. Sumber kemampuan inilah yang menjadikan manusia sebagai pencipta yang kedua sesudah Tuhan.
Di dalam mengatur hubungan kodrat manusia, perlu adanya keserasian, keseimbangan, kesesuaian ataupun kesamaan dalam tingkah laku baik untuk kepentingan pribadi (individu) ataupun untuk kepentingan masyarakat. Kemampuan yang demikian itu, menjelma sebagai tingkah laku adil yang kemudian menjadi tujuan umat manusia dalam mengatur kehidupannya. Oleh sebab itu, tingkah laku adil atau keadilan menjadi tumpuan harapan manusia, semua orang menghendaki keadilan.
















PEMBAHASAN

1.      Makna Keadilan
Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban. Jika kita mengakui hak hidup kita, maka sebaliknya, kita wajib mempertahankan hak hidup tersebut dengan bekerja keras tanpa merugikan orang lain. Sebab orang lain pun mempunyai hak hidup seperti itu. Jika pun kita mengakui hak hidup orang lain, kita wajib memberikan kesempatan kepada orang lain itu untuk mempertahankan hak hidupnya, sebagaimana kita mempertahankan hak hidup kita sendiri. Jadi keadilan pada pokoknya terletak pada keseimbangan atau keharmonisan antara menuntut hak dan menjalankan kewajiban.[1]
Sedangkan menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan W.J.S. Poerwadarminta, kata adil berarti tidak berat sebelah atau tidak memihak ataupun tidak sewenang-wenang. Dengan demikian, keadilan mengandung pengertian berbagai hal yang tidak berat sebelah atau tidak memihak atau tidak sewenang-wenang.[2]
Orang yang berbuat adil, kebalikan dari fasiq. Adil adalah sendi pokok didalam soal hukum. Setiap orang harus merasakan keadilan. Perbedaan tingkat dan kedudukan sosial, perbedaan derajat dan keturunan, tidak boleh dijadikan sebagai alasan untuk memperbedakan hak seseorang di hadapan hukum, baik hukum Tuhan maupun hukum yang dibuat manusia. Adil tidak hanya idaman manusia, tetapi juga diperintahkan oleh Tuhan dalam QS. Al-Maidah: 42 dan QS. Al-Maidah: 49.[3]
Keadilan pada umumnya perlu diperoleh bahkan kalau terpaksa dituntut. Akan tetapi, untuk memperoleh keadilan biasanya diperlukan pihak ketiga sebagai penengah. Dengan harapan, pihak ketiga ini dapat bertindak adil terhadap pihak yang
berselisih. Ia harus netral, tidak boleh menguntungkan satu pihak. Pihak ketiga sangat diperlukan karena tanpa kehadirannya, pihak yang berselisih akan bersifat konfrontatif yang bila dibiarkan dapat mengarah pada kekerasan.[4]
Manusia sebagai makhluk berakal budi, berjasmani dan sebagai makhluk sosial, dalam hubungannya dengan sesama akan mudah mengalami konflik. Untuk menghindari hal tersebut, diciptakanlah hukum yang mempunyai fungsi dasar untuk mencegah agar konflik kepentingan itu dipecahkan dalam konflik terbuka. Pemecahannya bukan atas dasar siapa yang kuat, melainkan berdasarkan aturan (hukum) yang tidak membedakan antara orang kuat dan orang lemah. Karena, setiap masyarakat memerlukan hukum, maka dikatakanlah bahwa dimana ada masyarakat disana ada hukum (ubi societeas ini ius).[5]
Ditinjau dari bentuk ataupun sifat-sifatnya, keadilan dapat dikelompokkan menjadi 3 jenis :
a.       Keadilan legal atau keadilan moral.
b.      Keadilan Distributif.
c.       Keadilan Komutatif.[6]

2.      Kejujuran
Kejujuran atau jujur artinya apa yang dikatakan seseorang sesuai dengan hati nuraninya, apa yang dikatakannya sesuai dengan kenyataan yang ada. Sedang kenyataan yang ada itu adalah kenyataan yang benar-benar ada. Jujur juga berarti seseorang bersih hatinya dari perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh agama dan hukum. Untuk itu, dituntut satu kata dan perbuatan, yang berarti bahwa apa yang dikatakan harus sama dengan perbuatannya.[7]
Belajarlah bersifat jujur, sebab kejujuran mewujudkan keadilan, sedang keadilan maupun kemuliaan adalah abadi. Jujur memberikan keberanian dan ketentraman hati, serta menyucikan, lagi pula membuat luhurnya budi pekerti.[8]
Pada hakikatnya jujur atau kejujuran dilandasi oleh kesadaran moral yang tinggi, kesadaran pengakuan akan adanya persamaan hak dan kewajiban, serta adanya rasa takut terhadap kesalahan atau dosa.[9]
Untuk mempertahankan kejujuran, berbagai cara dan sikap perlu dipupuk. Namun, demi sopan santun dan pendidikan, orang diperbolehkan berkata tidak jujur sampai batas-batas yang dapat dibenarkan.[10]

3.      Kecurangan
Kecurangan atau curang identik dengan ketidakjujuran atau tidak jujur, dan sama pula dengan licik, meskipun tidak serupa benar. Sudah tentu kecurangan sebagai lawan jujur. Curang atau kecurangan artinya apa yang dikatakan tidak sesuai dengan hati nuraninya. Atau orang itu memang dari hatinya sudah berniat curang dengan maksud memperoleh keuntungan tanpa bertenaga dan usaha.[11]
Kecurangan menyebabkan manusia menjadi serakah, tamak, ingin menimbun kekayaan yang berlebihan dengan tujuan agar dianggap sebagi orang yang paling hebat, paling kaya, dan senang bila masyarakat disekelilingnya hidup menderita. Orang seperti itu biasanya tidak senang bila ada yang melebihi kekayaannya. Padahal agama apapun tidak membenarkan orang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya tanpa menghiraukan orang lain, lebih pula mengumpulkan harta dengan jalan curang. Hal semacam ini dalam istilah agama tidak diridhai Tuhan.[12]
Bermacam-macam sebab orang melakukan kecurangan. Ditinjau dari hubungan manusia dengan alam sekitarnya, ada empat aspek yakni aspek ekonomi, aspek kebudayaan, aspek peradaban, dan aspek teknik. Apabila keempat aspek tersebut dilaksanakan secara wajar, maka segalanya akan berjalan sesuai dengan norma-norma moral atau norma hukum. Akan tetapi, apabila manusia dalam hatinya telah digerogoti jiwa tamak, iri, dengki, maka manusia akan melakukan perbuatan yang melanggar norma tersebut, dan terjadilah kecurangan.[13]
Kecurangan banyak menimbulkan daya kreativitas bagi seniman. Oleh karena itu, banyak hasil seni yang lahir dari imajinasi kecurangan. Hasil seni itu, antara lain seni tari (sendratari), seni sastra (novel, roman, cerpen), drama, film dan lain-lain.[14]

4.      Pemulihan Nama Baik
  Nama baik adalah nama yang tidak tercela. Setiap orang menjaga dengan hati-hati agar namanya tetap baik. Lebih-lebih jika ia menjadi teladan bagi orang/tetangga disekitarnya adalah suatu kebanggan batin yang tak ternilai harganya.[15]
Penjagaan nama baik erat hubungannya dengan tingkah laku atau perbuatan. Atau boleh dikatakan nama baik atau tidak baik itu adalah tingkah laku atau perbuatannya. Yang dimaksud dengan tingkah laku atau perbuatan itu, antara lain cara berbahasa, cara bergaul, sopan-santun, disiplin pribadi, cara menghadapi orang, serta perbuatan-perbuatan yang dihalalkan agama dan sebagainya.[16]
Tingkah laku atau perbuatan yang baik dengan nama baik itu pada hakikatnya sesuai dengan kodrat manusia, yaitu :
§  Manusia menurut sifat dasarnya adalah makhluk moral.
§  Ada aturan-aturan yang berdiri sendiri yang harus dipatuhi manusia untuk mewujudkan dirinya sendiri sebagai pelaku moral tersebut.
Pada hakikatnya pemulihan nama baik adalah kesadaran manusia akan segala kesalahannya; bahwa apa yang diperbuatnya tidak sesuai dengan ukuran moral atau tidak sesuai akhlak.

5.      Pembalasan
Pembalasan adalah suatu reaksi atas perbuatan orang lain. Reaksi itu dapat berupa perbuatan yang serupa, perbuatan yang seimbang.[17] Dalam Al- Qur’an pun terdapat ayat-ayat bahwa Tuhan mengadakan pembalasan. Bagi yang bertakwa kepada Tuhan diberikan pembalasan dan bagi yang mengingkari perintah Tuhan diberikan balasan yang seimbang yaitu siksaan di neraka.[18]
Pembalasan disebabkan oleh pergaulan. Pergaulan yang bersahabat mendapatkan balasan yang bersahabat. Begitu pula sebaliknya, pergaulan yang penuh kecurigaan menimbulkan balasan yang tidak bersahabat.[19]
Pada dasarnya manusia adalah makhluk moral dan makhluk sosial. Dalam bergaul, manusia harus mematuhi norma-norma untuk mewujudkan moral itu. Bila manusia berbuat amoral, lingkunganlah yang menyebabkannya. Perbuatan amoral pada hakikatnya adalah perbuatan yang melanggar hak dan kewajiban manusia lain.[20]

MANUSIA DAN KEADILAN

Lain halnya dengan penderitaan, keadilan ini ternyata selalu menjadi dambaan setiap manusia. Tepatlah dengan peribahasa “Raja adil raja disembah, raja lalim raja disanggah”. Ternyata keadilan bukan hanya didambakan, namun juga diagungkan.
Pastilah masalah keadilan sosial akan terus dicari dan diperjuangkan manusia sampai kapanpun; sebab masalah keadilan hakikatnya adalah masalah “kemanusiaan”. Bukan sekedar menyangkut, melainkan justru asasi kemanusiaan.[21]




























PENUTUP


Simpulan :

Ø    Keadilan adalah pengakuan dan perlakuan yang seimbang antara hak dan kewajiban.
Ø    Oleh W.J.S. Poerwadarminta dalam Kamus Umum Bahasa Indonesia mengartikan kata adil dengan tidak berat sebelah atau tidak memihak. Dengan demikian, tidaklah terlalu meleset jauh apabila keadilan kita artikan dengan keseimbangan antara hak dan kewajiban.
Ø    Berbuat adil berarti menghargai atau menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia. Berbuat tidak adil berarti menginjak-injak harkat dan martabat manusia; sebab dengan berbuat demikian ada manusia yang dirugikan. Berbuat demikian berarti menganggap manusia lebih rendah atau lebih tinggi daripada yang lain; padahal hakikatnya manusia itu sama. Hal ini ditegaskan oleh sabda Rasulullah demikian : “Pada hari pembalasan nanti, orang yang berbuat adil akan terlindung dari siksaan Allah.” (HR.Bukhari Muslim). Selain itu Allah telah berfirman dalam Al-Qur’an, surat An-Nisa’ ayat 135 yang artinya : “Wahai orang-orang yang beriman jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu-bapak dan kaum kerabatmu.”








DAFTAR PUSTAKA
Mustofa, Ahmad, Drs., H. 1999. Ilmu Budaya Dasar. Bandung: Pustaka Setia.
Notowidagdo, Rohiman, Drs., H. 1996. Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Prasetya, Joko Tri, Drs., dkk. 1991. Ilmu Budaya Dasar MKDU. Jakarta: Rineka Cipta.
Widagdho, Joko, Drs., dkk. 2003. Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: Bumi Aksara.



















[1]Rohiman Notowidagdo, Ilmu Budaya Dasar Berdasarkan Al qur’an dan Hadits, (Jakarta: RajaGrafindo Persada, 1996), h. 119.
[2]Ahmad Mustofa, Ilmu Budaya Dasar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 106.
[3]Joko Tri Prasetya, dkk, Ilmu Budaya Dasar MKDU, (Jakarta: Rineka Cipta, 1991), h. 136.
[4] Ahmad Mustofa, op. cit., h. 107.
[5] ibid.
[6]Joko Tri Prasetya, dkk, op. cit., h. 136-137.
[7]ibid, h. 138.
[8]Rohiman Notowidagdo, op. cit., h. 123.
[9]Djoko Widagdho, dkk, Ilmu Budaya Dasar, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 116.
[10]Ahmad Mustofa, op. cit., h. 110.
[11]Joko Tri Prasetya, dkk, op. cit., h. 139.
[12]Djoko Widagdho, dkk, op. cit., h. 117.
[13]Joko Tri Prasetya, dkk, op. cit., h. 140
[14] ibid, h. 142.
[15]Djoko Widagdho, dkk, op. cit., h. 120.
[16]Joko Tri Prasetya, dkk, op. cit., h. 143.
[17] ibid, h. 145.
[18]Djoko Widagdho, dkk, op. cit., h. 122.
[19]Ahmad Mustofa, op. cit., h. 112.
[20]Joko Tri Prasetya, dkk, op. cit., h. 146.
[21]Djoko Widagdho, dkk, op. cit., h. 123.